Bagaimana rasanya menjadi jurnalis sekolah? Pasti dalam benak pikiranmu siswa yang berjalan mondar-mandir sambil menenteng buku atau catatan, menyodorkan HP untuk merekam, dan sesekali memotret nara sumber. Asyik bukan???
Jurnalis sekolah tidak lepas dari gerakan literasi sekolah. Sekolah dikatakan gerakan literasinya hidup atau mati suri bisa dilihat dari bagaimana kondisi jurnalis sekolahnya. Sekolah yang gerakan literasinya hidup pastilah memiliki jurnalis sekolah yang eksis.
Jurnalis berasal dari kata journal yang artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, dapat juga diartikan sebagai surat kabar. Sedangkan journal sendiri berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Jurnalis dan jurnalistik memiliki kaitan erat. Secara etimologis, jurnalistik (journalistic atau journalism) berakar dari bahasa inggris “journal”, bahasa perancis “do jour”, atau masa lampau yaitu bahasa Romawi “diurna”.
Menjadi jurnalis sekolah sebenarnya sangat menyenangkan. Saking menyenangkannya, terkadang siswa sampai lupa waktu. Siswa yang menjadi jurnalis sekolah bisa bertemu banyak orang bahkan bisa mengunjungi beraneka tempat. Maka, lebih banyak enaknya daripada nggak enaknya. Jadi, tunggu apalagi? Segera gabung dengan klub jurnalis di sekolahmu atau membuatnya bagi yang belum punya. Pengalaman yang sangat berkesan bisa menjadi jurnalis sekolah.
Caranya berlatih menjadi jurnalis sekolah itu mudah. Ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan. Berikut ini disajikan panduan 60 menit menjadi jurnalis sekolah. Pertama, lima menit untuk menentukan tipe tulisanmu. Pilih tipe tulisan yang betul-betul kamu kuasai dan mengikuti trend kekinian. Misalkan kamu memilih tulisan berjenis puisi cinta karena hobinya merayu cewek. Ya boleh-boleh saja, asalkan tidak berbau pronografi. Penulis punya pengalaman buruk tentang hal ini. Bahkan sempat dikeluarkan dari grup medsos gara-gara kata dileboni (bahasa jawa: dimasuki), yang bagi beberapa orang terkesan porno. Biarlah kejadian itu menjadi masa lalu yang akan menjadi pemanis hidup kita.
Kedua, dua puluh menit membaca tulisan dengan tipe sejenis. Inilah kunci utama menulis baik fiksi maupun non fiksi. Rajin membaca pangkal menulis lancar. Sering-sering membaca wajib dilakoni siswa yang menekuni jurnalis sekolah. Minimal membaca tulisan sepuluh lembar per hari. Bukan tulisan dalam bentuk postingan di medsos, ya. Tapi buku, artikel, opini atau karya sastra seperti novel dan puisi.
Ketiga, sepuluh menit untuk mengembangkan kalimat pembuka. Terkadang siswa kesulitan membuat kalimat pembuka. Ya wajar sih, semua penulis berawal dari kesulitan memulai tulisannya. Pengalamanku pertama kali menulis ya dengan amati, tiru dan modifikasi (ATM). Ini bukan plagiasi. Plagiasi jika menyalin alias copas tanpa merubahnya sama sekali. Susunan kata dan kalimat yang berbeda jelas bukan plagiasi. Terlebih lagi setelah kita modifikasi, tulisannya menjadi jauh lebih baik,
Keempat, lima belas menit untuk mengembangkan tulisan. Menulis membutuhkan latihan. Latihan yang berulang-ulang dari hari ke hari. Terlihat membosankan memang. Butuh nyali yang tinggi dan komitmen serius untuk bisa mewujudkannya. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan dan kesungguhan. Semakin sering berlatih maka semakin mudah dalam menulis. Ingatlah guru terbaik adalah pengalaman.
Kelima, lima menit untuk membaca ulang tulisanmu. Bacalah sekali lagi dan resapi tulisanmu. Adakah yang kurang pas atau kurang tepat ejaannya. Seringlah membaca pedoman ejaan bahasa Indonesia yang benar untuk mengasah keterampilanmu.
Keenam, lima menit untuk mempublikasikan tulisanmu. Mempublikasikan tidak harus mengirimkannya ke media cetak. Cukup dengan memberikannya pada rekanmu agar dibaca. Tanyakan adakah yang kurang dimengerti. Selain itu tulisanmu bisa dipublikasikan lewat medsos atau blog. Ya, ada beragam cara mempublikasikan tulisan. Terpenting tulisanmu bisa dimengerti oleh orang lain.
Bagaimana, mudah bukan menjadi seorang jurnalis? Mungkin yang susah itu niat kita, sehingga jika kita sudah suka menulis, niatkan mengembangkan hobi kalian menjadi seorang jurnalis. Selain karya kalian yang bisa diakses oleh banyak orang, tak jarang seorang penulis juga mendapat royalti dari hasil karya mereka, makin enak kan? Jadikan semangat menulis seperti ibadah, semakin banyak menulis, makan semakin banyak kita memberikan manfaat menambah ilmu dan informasi untuk orang lain. Salam semangat untuk jurnalis sekolah.
Diah Ayu Juni Marhenti, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia dan
Pembina Ekstrakulikuler Jurnalistik SMAN 1 Karanganyar